Pasaman, - - Kasus kekerasan seksual pada anak dengan perilaku menyimpang, yang sempat menelan banyak korban di Kabupaten Pasaman, pada medio akhir 2023 lalu, terus ditangani serius oleh Pemerintah Kabupaten Pasaman.
Seperti pada Senin (15/072024) kemaren, Pemkab Pasaman dipimpin Bupati Sabar AS kembali menggelar rapat evaluasi mendalam terhadap kasus tersebut, dengan menyajikan data hasil treatmen yang dilakukan Ikatan Phsikologi Klinis (IPK) Himpunan phisikologi (Himpsi) Sumatera Barat, yang dilakukan sejak awal tahun 2024 lalu terhadap para korban di Pasaman
Sejumlah stakeholder dihadirkan, mulai dari Wali Nagari Bahagia Padang Gelugur beserta perangkat, kepala jorong, kepala sekolah setempat, tokoh masyarakat, bundo kanduang dan PKK Nagari Bahagia, Camat Padang Gelugur, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Parlindungan Anak, Kantor Kemenag, Dinas Sosial serta asisten dan sejumlah OPD terkait di Pemkab Pasaman.
"Ini adalah problem sosial amat krusial, yang harus ditangani serius dan maksimal oleh semua pihak secara terpadu dan kontinyu, " ujar Bupati Sabar AS.
Menurut Bupati Sabar, semua pihak di Pasaman perlu mengantisipasi persoalan ini, mengingat kasus serupa berpotensi terulang kembali dari para korban, termasuk predator baru yang berkemungkinan masuk dari luar daerah.
"Saya minta ada program kegiatan khusus berikut penganggarannya, untuk penanganan kasus kekerasan seksual pada anak di Pasaman. Dan Pasaman harus mampu mengatasi persoalan ini, " tegas bupati.
Baca juga:
Iwan Fals: Perubahan Bukan Pergantian
|
Kepada Himpsi Sumbar yang telah melakukan treatmen dan pendalaman terhadap kasus kekerasan seksual pada anak di Kabupaten Pasaman, Bupati Sabar AS mengucapkan terimakasih dan berharap Himpsi terus melakukan pendampingan dalam penanganan kasus pedofilia ini.
Ketua Himpsi Sumbar, Fitri, dalam paparannya mengungkap bahwa, dari hasil treatmen yang dilakukan pihaknya terhadap para korban kasus kekerasan pada anak di Kabupaten Pasaman - -sejak awal 2024 lalu, terdapat 17 korban yang masih butuh penanganan khusus dan serius.
"Kesimpulan ini berdasarkan analisa, karena terlihat potensi bakal mengulang untuk melakukan perbuatan menyimpang yang sudah pernah mereka alami sebelumnya, " ungkap Fitri.
Sejumlah aspek yang melatari berhasil disimpulkan Himpsi, seperti aspek Demografi berdasarkan background pekerjaan Orang Tua yang rata-rata petani, pedagang kecil dan usaha jasa lainnya
Dijelaskan Fitri, fokus treatmen menemukan fakta, dampak traumatik dialami sebanyak 52 % korban, kecendrungan orientasi seksual menyimpang sebanyak 4 %, kecendrungan agresifitas 2 ?n hubungan emosional dalam keluarga yang beragam, umumnya tersebab kurang perhatian akibat faktor ekonomi.
Sedangkan faktor resiko, berakibat oleh kurangnya hubungan emosional dalam keluarga dan kurangnya pengetahuan orang tua terhadap persoalan kekerasan seksual pada anak.
Faktor penyebab dari Si Korban, adalah karena kurangnya kemampuan anak dalam bersosialisasi pada lingkungan dan pertemanan mereka.
Sementara kesimpulan treatmen yang diperoleh Himpsi, rata-rata para korban kekerasan seksual pada anak, cendrung berprilaku menyimpang kembali di kemudian hari.
Dan Himpsi Sumbar memprediksi, bakal muncul kasus baru, yang pelakunya bukan korban. Hal ini disebabkan keinginan Si Anak untuk coba-coba setelah mengetahui adanya peristiwa (kasus) kekerasan seksual tersebut.
Berbagai saran dan masukan sempat dilontarkan dalam diskusi yang dipandu Bupati Sabar AS, termasuk kendala di lapangan yang dijumpai wali nagari, terutama soal regulasi dalam pemanfaatan dana nagari untuk penanganan kasus kekerasan seksual pada anak di wilayah kerjanya.